MAKALAH MANAJEMEN PESANTREN
KONSEP DASAR MANAJEMEN PESANTREN
Di ajukan sebagai salah satu tugas kelompok pada mata kuliah
Manajemen Pesantren, dosen mata kuliah Khalid Ramdhani, M.Pd.I.
Oleh:
Adam Yulianto :
1510631120003
Hikma Insanita : 1510631120033
Jajat Sudrajat :
1510631120038
Melinda :
1510631120043
FAKULTAS AGAMA ISLAM
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
KARAWANG, INDONESIA
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas selesainya makalah yang berjudul “Konsep Dasar Manajemen Pesantren”. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusuna makalah
ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Bapak DR. H. Amirudin, M.Pd.I. Selaku dekan Fakultas Agama Islam
2.
Bapak DR. H. Masykur H. Mansyur Drs, MM. Selaku ketua kaprodi jurusan
Manajemen Pendidikan Islam
3.
Bapak Khalid Ramdhani, M.Pd.I. Selaku
dosen pembimbing mata kuliah yang memberikan saran, ide dalam memberikan
masukan kepada penulis dalam pembuatan makalah
4.
Teman-teman dan semua pihak yang telah terlibat
dan memberikan bantuan dalam bentuk moril maupun materil dalam proses
penyusunan makalah ini, sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Karawang, 15 Februari
2017
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 1
1.3 Tujuan dan Manfaat.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manajemen Pesantren...................................................... 3
2.2 Sejarah Berdiri Pondok Pesantren..................................................... 6
2.3 Perkembangan Pondok Pesantren..................................................... 11
2.4 Elemen-elemen Pondok Pesantren.................................................... 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang pesat pada era global ini terasa sekali
pengaruhnya dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, khususnya dalam bidang
pendidikan, sosial, dan budaya, termasuk dalam pendidikan pesantren.
Dalam rangka menghadapi
tuntutan masyarakat lembaga pendidikan masyarakat termasuk pondok pesantren
haruslah bersifat fungsional. Sebab lembaga pendidikan sebagai salah satu wadah
dalam masyarakat bisa digunakan sebagai pintu gerbang dalam menghadapi tuntutan
masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus mengalami perubahan.
Lembaga pesantren perlu
mengadakan perubahan secara terus menerus seiring dengan perkembangannya
tuntutan-tuntutan yang ada dalam masyarakat. Pengembangan Manajemen Pesantren
merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
atau mutu pesantren. Manajemen mengawal dan memberikan arahan pada proses
berjalannya sebuah lembaga pesantren dapat terpantau. Tidak berbeda dengan
lembaga pendidikan lain seperti sekolah formal, pendidikan pesantren juga
membutuhkan manajemen untuk mengembangkan atau memajukan sebuah pesantren.
Manajemen merupakan hal
yang penting dalam pesantren karena untuk berjalan dengan optimalnya sebuah
pesantren, berkembangnya pesantren, dan untuk kemajuan pesantren tersebut.
Pesantren yang sistem manajemennya rendah atau bahkan tidak baik, bisa
mengakibatkan mengurangnya daya guna sebuah pesantren.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang
dimaksud dengan Manajemen Pesantren?
b. Bagaimana
Sejarah berdirinya Pondok Pesantren?
c. Bagaimana
Perkembangan Pondok Pesantren?
d. Apa saja
Elemen-elemen Pondok Pesantren
1.3 Tujuan dan
Manfaat
a. Untuk
mengetahui pengertian dari Manajemen Pesantren
b. Untuk
mengetahui Sejarah berdirinya Pondok Pesantren
c. Untuk
mengetahui Perkembangan Pondok Pesantren
d. Untuk
mengetahui Elemen-elemen Pondok Pesantren
Manfaat makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai Konsep Dasar Manajemen Pesantren, khususnya untuk kelas MPI IV A.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manajemen Pesantren
a. Pengertian Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa inggris yaitu management yang
dikembangan dari kata “to manage”, yang artinya mengatur atau mengelola.
Mary Parker Follet, mendefinisikan
manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi.
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan
sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.
George R. Terry, mengatakan bahwa manajemen merupakan
proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan : perencanaan,
pengorganisasian, menggerkan dan pengawasan yang dialkukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia serta sumber-sumber lain.
b. Pengertian
Pondok Pesantren
Secara etimologi, pesantren berasal dari kata “santri”
yang mendapat awalan ‘pe’ dan akhiran ‘an’ yang berarti tempat tinggal santri.
Sedangkan ensiklopedi Islam memberikan gambaran yang berbeda, yakni bahwa
pesantren itu berasal dari bahasa Tamil yang artinya guru mengaji atau dari
bahasa India “shastri” dan kata “shastra” yang berarti buku-buku kecil,
buku-buku agama atau ilmu pengetahuan. Secara terminologi pesantren merupakan
sebuah pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar
(Ahamad Muthohar AR, 2007:12).
Pesantren juga dikenal dengan tambahan istilah pondok yang dalam arti kata
bahasa Indonesia mempunyai arti kamar, gubug, rumah kecil dengan menekankan
kesederhanaan bangunan atau pondok juga berasal dari bahasa Arab ”Fundũq”
yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederhana, atau mengandung arti tempat
tinggal yang terbuat dari bambu.
Pesantren atau lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren dapat
diartikan sebagai tempat atau komplek para santri untuk belajar atau mengaji
ilmu pengetahuan agama kepada kiai atau guru ngaji, biasanya komplek itu
berbentuk asrama atau kamar-kamar kecil dengan bangunan apa adanya yang
menunjukkan kesederhanaannya.
Menurut Mastuhu (1994: 55) pondok pesantren adalah
suatu lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,
mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan
pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Dari berbagai
pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam tradisional yang mempelajari ilmu agama (tafaqquh fi
al-dîn) dengan penekanan pada pembentukan moral santri agar bisa
mengamalkannya dengan bimbingan kiai dan menjadikan kitab kuning sebagai sumber
primer serta masjid sebagai pusat kegiatan.
c.Pengertian
Manajemen Pesantren
Hamzah (1994 : 32) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen
Pendidikan Pesantren adalah aktivitas memadukan sumber-sumber Pendidikan
Pesantren agar terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Pesantren
yang telah ditentukan sebelum dengan kata lain manajemen Pendidikan merupakan
mobilisasi segala sumberdaya Pendidikan Pesantren untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan.
Maka manajemen Pendidikan Pesantren hakekat adalah suatu proses
penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan sumber
daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan
Pesantren secara efektif dan efisien.”. Yang disebut “efektif dan efisien” adalah
pengelolaan yang berhasil mencapai sasaran dengan sempurna cepat tepat dan
selamat. Sedangkan yang “tak efektif” adalah pengelolaan yang tak berhasil
memenuhi tujuan karena ada mis-manajemen maka manajemen yang
tak efisien adalah manajemen yang berhasil mencapai tujuan tetapi melalui
penghamburan atau pemborosan baik tenaga waktu maupun biaya.
Salah satu bagian terpenting
dalam manajemen pesantren adalah berkaitan denggan pengelolaan keuanggan
pesantren. Dalam pengelolaan keuangan akan menimbulkan permasalahan yang serius
apabila pengelolaanya tidak baik. Pengelolaan keuanggan
pesantren yang baik sebenarnya merupakan upaya melindungi personil pengelolaan
pesantren (kyai, pengasuh, ustadz, atau pengelola pesantren lainya) dari
pandangan yang kurang baik dari luar pesantren. Selama ini banyak pesantren yang tidak
memisahkan antara harta kekayaan pesantren dengan harta milik individu, walaupun
disadari bahwa pembiayaan pesantren justru lebih banyak bersumber dari kekayaan
individu. Namun dalam rangka pelaksanaan manajemen yang baik sebaiknya diadakan
pemilahan antara harta kekayaaan pesantren dengan harta milik individu, agar
kelemahan dan kekurangan pesantren dapat diketahui secara transparan oleh
pihak-pihak lain, termasuk orang tua santri.
Pengertian pengelolaan
keuangan sendiri adalah penggurusan dan pertanggung jawaban suatu lembaga
terhadap penyandang dana baik individual maupun lembaga. Dalam penyusunan
anggaran memuat pembagian penerimaan dan pengeluaran anggaran rutin dan
anggaran pembanggunan serta anggaran incidental jika perlu.
Berkaitan denggan penggelolaan
keuanggan ada hal-hal yang perlu di perhatikan oleh bendaharawan pesantren
diantaranya:
a)
Pada setiap akhir tahun
anggaran bendaharawan harus membuat laporan keunggan kepada komite pesantren
untuk di cocokan dengan RAPBP.
b)
Laporan keuanggan harus di
lampiri bukti-bukti penggeluaran yang ada, termasuk bukti penyetoran pajak (PPN
dan PPh) bila ada.
c)
Kwitansi atau bukti-bukti
pembelian atau bukti penerimaan honorarium atau bantuan atau bukti penggeluaran
yang lain yang sah.
d)
Neraca keuanggan juga harus di
tunjukan untuk di periksa oleh tim bertanggung jawaban keuanggan dari komite
pesantren.
d. Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren, meliputi:
1. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Pada awalnya adalah hanya pengajaran yang simpel tidak ada kurikulum tidak
seperti sekarang ini. Sebenarnya pembelajaran yang diberikan dalam pondok
pesantren sudah menggunakan kurikulum tertentu yang lama yaitu sistem
pengajaran tuntas kitab, dalam hal ini kyai bebas untuk membacakan kitabnya.
2.
Sistem Pengajaran
Sistem pengajaran dapat diartikan sebagai cara uyang diperguanakan untuk
menyampaikan tujuan. Pondok pesantren secara agak seragam menerapkan sistem
pengajaran yang sering kita kenal yaitu: sorogan, bandungan, hafalan dan masih
banyak lainnya. Akan tetapi konsep keilmuan lebih menekankan pada rasionalitas
seperti yang menjadi dasar pendidikan modern.
3.
Sistem Pembiayaan
Pondok pesantren sebagai lembaga non formal juga sebagai lembaga sosial
keagamaan. Dan perjalanannya, pembiayaan dalam bidang pendidikan pesantren bisa
didapat dari imbal swadya pemerintah, yaitu Depag, Link Depag, Instansi Daerah
maupun dari lainnya. Karena kepedulian pesantren ini dilandasi dengan
keikutansertaan pemerintah dalam memajukan pondok pesantren dengan karakternya
yang khas.
2.2
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren
·
Permulaan Berdiri
Pesantren adalah suatu lembaga
pendidikan Islam yang telah tua sekali usianya, telah tumbuh sejak ratusan
tahun yang lalu, yang setidaknya memiliki lima unsur pokok, yaitu kiyai,
santri, pondok, mesjid dan pengajaran ilmu-ilmu agama.
Dalam menentukan kapan pertama
kalinya pesantren berdiri di Indonesia, terlebih dahulu perlu melacak kapan
pertama kalinya Islam masuk ke semenanjung nusantara. Terdapat berbagai
pendapat mengenai kapan masuknya Islam di Indonesia, ada yang berpendapat
semenjak abad ketujuh, namun ada juga yang berpendapat semenjak abad kesebelas.
Terlepas dari perdebatan seputar kapan masuknya Islam di Indonesia, namun
terjadinya kontak yang lebih intens antara budaya Hindu-Budha dan Islam dimulai
sekitar abad ketiga belas ketika terjadi kontak perdagangan antara kerajaan
Hindu jawa dengan Kerajaan Islam di Timur Tengah dan India. Dan penyebaran
Islam di Indonesia khususnya di Jawa tidak terlepas dari peran wali songo yang
dengan gigih memperjuangkan dan menyebarkan nilai-nilai Islam.
Berdirinya Pesantren pada mulanya
juga diprakarsai oleh Wali Songo yang diprakarsai oleh Sheikh Maulana Malik
Ibrahim yang berasal dari Gujarat India. Para Wali Songo tidak begitu kesulitan
untuk mendirikan Pesantren karena sudah ada sebelumnya Instiusi Pendidikan
Hindu-Budha dengan sistem biara dan Asrama sebagai tempat belajar mengajar bagi
para bikshu dan pendeta di Indonesia. Pada masa Islam perkembangan Islam, biara
dan asrama tersebut tidak berubah bentuk akan tetapi isinya berubah dari ajaran
Hindu dan Budha diganti dengan ajaran Islam, yang kemudian dijadikan dasar
peletak berdirinya pesantren.
Selanjutnya pesantren oleh beberapa
anggota dari Wali Songo yang menggunakan pesantren sebagai tempat mengajarkan
ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat Jawa. Sunan Bonang mendirikan pesantren
di Tuban, Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Surabaya dan Sunan Giri
mendirikan pesantren di Sidomukti yang kemudian tempat ini lebih dikenal dengan
sebutan Giri Kedaton.
Keberadaan Wali Songo yang juga
pelopor berdirinya pesantren dalam perkembangan Islam di Jawa sangatlah penting
sehubungan dengan perannya yang sangat dominan. Wali Songo melakukan satu
proses yang tak berujung, gradual dan berhasil menciptakan satu tatanan
masyarakat santri yang saling damai dan berdampingan. Satu pendekatan yang
sangat berkesesuaian dengan filsafat hidup masyarakat Jawa yang menekankan
stabilitas, keamanan dan harmoni.
Pendekaan Wali Songo, yang kemudian
melahirkan pesantren dengan segala tradisinya, perilaku dan pola hidup saleh
dengan mencontoh dan mengikuti para pendahulu yang terbaik, mengarifi budaya
dan tradisi lokal merupakan ciri utama masyarakat pesantren. Watak inilah
yang dinyatakan sebagai faktor dominan bagi penyebaran Islam di Indonesia.
Selain itu ciri yang paling menonjol pada pesantren tahap awal adalah
pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama kepada para santri lewat-lewat
kitab-kitab klasik. Persoalan asal usul pesantren secara historis lebih tepat
jika dipandang sebagai akibat akulturasi dua tradisi besar Islam dan
Hindu-Budha yang saling berinteraksi dan saling memperngaruhi satu sama lain
dari pada menerima warisan tradisi yang memposisikan tradisi Islam sebagai
tradisi yang pasif. Artinya, pandangan hidup dan pemikiran keagamaan kalangan
pesantren tidak begitu saja mewarisi taken for granted kebudayaan Hindu-Budha.
·
Pesantren pada Masa Penjajahan
Pada zaman penjajahan Belanda,
dengan berbagai cara Penjajah berusaha untuk mendiskreditkan pendidikan Islam
yang dikelola oleh pribumi termasuk didalamnya Pesantren. Sebab pemerintah kolonial
mendirikan lembaga pendidikan dengan sistem yang berlaku di barat pada waktu
itu, namun hal ini hanya diperuntukkan bagi golongan elit dari masyarakat
Indonesia. Jadi ketika itu ada dua alternatif pendidikan bagi bangsa Indonesia.
Sebagian besar sekolah kolonial
diarahkan pada pembentukan masyarakat elit yang akan digunakan untuk
mempertahankan supremasi politik dan ekonomi bagi Pemerintah Belanda. Dengan
didirikannya lembaga pendidikan atau sekolah yang diperuntukkan bagi sebagian
Bangsa Indonesia tersebut terutama bagi golongan priyayi dan pejabat oleh
pemerintah kolonial, maka semenjak itulah terjadi persaingan antara lembaga
pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan pemerintah.
Meskipun harus bersaing dengan
sekolah-sekolah yang diselenggarakan pemerintah Belanda, pesantren terus
berkembang jumlahnya. Persaingan yang terjadi bukan hanya dari segi ideologis
dan cita-cita pendidikan saja, melainkan juga muncul dalam bentuk perlawanan
politis dan bahkan secara fisik. Hampir semua perlawanan fisik (peperangan)
melawan pemerintah colonial pada abad ke-19 bersumber atau paling tidak
mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pesantren, seperti perang paderi,
Diponegoro dan Perang Banjar.
Menghadapi kenyataan demikian
menyebabkan pemerintah Belanda diakhir abad ke-19 mencurigai eksistensi
pesantren, yang mereka anggap sebagai sumber perlawanan terhadap pemerintah
Belanda. Pada tahun 1882 Belanda mendirikan Priesterreden (pengadilan agama) yang
salah satu tugasnya mengawasi pendidikan di pesantren. Kemudian dikeluarkan
Ordonansi (undang-undang) tahun 1905 mengenai pengawasan terhadap peguruan yang
hanya mengajarkan agama (pesantren), dan guru-guu yang mengajar harus
mendapatkan izin pemerintah setempat.
Seiring dengan perkembangan
sekolah-sekolah Barat modern yang mulai menjamah sebagian masyarakat Indonesia,
pesantren pun tampaknya mengalami perkembangan yang bersifat kualitatif,
meskipun ruang geraknya senantiasa diawasi dan dibatasi. Ide-ide pembaharuan
dalam Islam, termasuk pembaharuan dalam pendidikan mulai masuk ke Indonesia,
dan mulai merasuk ke dunia pesantren serta dunia pendidikan Islam lainnya.
Pembaharuan ini menyebabkan sistem
modern klasikal mulai masuk ke pesantren, yang sebelumnya masih belum dikenal.
Metode halaqah berubah menjadi sistem klasikal, dengan mulai menggunakan kursi,
meja dan mengajarkan pelajaran umum. Sementara itu beberapa pesantren mulai
memperkenalkan sistem madrasah sebagaimana yang diterapkan pada sekolah umum.
·
Pertumbuhan dan Perkembangan Pada
Masa Kemerdekaan
Dalam sejarahnya mengenai peran
pesantren, dimana sejak masa kebangkitan Nasional sampai dengan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan RI, pesantren senantiasa tampil dan telah mampu
berpartisipasi secara aktif. Oleh karena itulah setelah kemerdekaan, pesantren
masih mendapatkan tempat dihati masyarakat. Ki Hajar Dewantara saja selaku
tokoh pendidikan Nasional dan menteri Pendididkan Pengajaran Indonesia yang
pertama menyatakan bahwa pondok pesantren merupakan dasar pendidikan nasional,
karena sesuai dan selaras dengan jiwa dan kepribadian Bangsa Indonesia.
Begitupula halnya dengan Pemerintah
RI, mengakui bahwa pesantren dan madrasah merupakan dasar pendidikan dan sumber
pendidikan nasional, dan oleh karena itu harus dikembangkan, diberi bimbingan
dan bantuan. Sejak awal kehadiran pesantren dengan sifatnya yang lentur
(flexible) ternyata mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat serta memenuhi
tuntutan masyarakat. Begitu juga pada era kemerdekaan dan pembangunan sekarang,
pesantren telah mampu menampilkan dirinya aktif mengisi kemerdekaan dan
pembangunan, terutama dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang
berkualitas.
Berbagai inovasi telah dilakukan
untuk pengembangan pesantren baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Masuknya
pengetahuan umum dan keterampilan ke dalam dunia pesantren adalah sebagai upaya
memberikan bekal tambahan agar para santri bila telah menyelesaikan
pendidikannya dapat hidup layak dalam masyarakat.
Dewasa ini pondok pesantren
mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap
sistem yang selama ini dipergunakan, diantaranya adalah mulai akrab dengan
metodologi ilmiah modern, den semakin berorientasi pada pendidikan dan
fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di luar dirinya. Juga
diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan ketergantungannya pun
absolute dengan kiai, dan sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai
pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di
lapangan kerja dan juga dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Dalam rangka menjaga kelangsungan
hidup pesantren, pemerintah berusaha untuk membantu mengembangkan pesantren dengan
potensi yang dimilikinya. Arah perkembangan itu dititik beratkan pada: Pertama,
peningkatan tujuan institusional pondok pesantren dalam kerangka pendidikan
nasional dan pengembangan potensinya sebagai lembaga sosial pedesaan. Kedua,
peningkatan kurikulum dengan metode pendidikan agar efisiensi dan efektifitas
pesantren terarah. Ketiga, menggalakkan pendidikan keterampilan di lingkungan
pesantren untuk mengembangkan potensi pesantren dalam bidang prasarana sosial
dan taraf hidup masyarakat, dan yang terakhir, menyempurnakan bentuk pesantren
dengan madrasah menurut keputusan tiga menteri tahun 1975 tentang peningkatan
mutu pendidikan pada madrasah.
Akhir-akhir ini pesantren mempunyai
kecenderungan-kecenderungan yang tampaknya ditujukan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan pendidikan yang ada, sebagaimana telah dikemukaakan terdahulu.
Pertumbuhan dan perkembangan pesantren di Indonesia sepertinya cukup mewarnai
perjalanan sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Kendatipun demikian pesantren
dengan berbagai kelebihannya, juga tentunya tidak akan dapat menghindar dari
segala kritik dan kekurangannya.
2.3 Perkembangan Pondok Pesantren
Satu abad
setelah masa Walisongo, abad 17, pengaruh Walisongo diperkuat oleh Sultan Agung
yang memerintah Mataram dari tahun 1613-1645. Sultan Agung merupakan penguasa
terbesar di Jawa, yang juga terkenal sebagai Sultan Abdurrahman dan Khalifatullah
Sayyidin Panotogomo ing Tanah Jawi, yang berarti Khalifatullah pemimpin dan penegak agama di tanah Jawa. Dia
memproklamirkan kalender Islam di Jawa. Dengan system kalender baru ini,
nama-nama bulan dan hari Hijriyyah seperti Muharram dan Ahad dengan mudah
menjadi ucapan sehari-hari lisan Jawa.
Pada tahun
1641, Sultan Agung memperoleh gelar baru “Sultan Abdullah Muhammad Maulana
Matarani” dari Syarrif Mekkah setelah Sultan Agung mengirim utusan ke Mekkah
untuk memohon anugrah title tersebut tahun 1639. Agaknya Mekkah telah lama
memainkan peran penting dalam memperkuat legitimasi politik, keagamaan, serta
orientasi pendidikan dunia Islam. Sultan Agung menawarkan tanah pendidikan bagi
kaum santri serta memberi iklim sehat bagi kehidupan intelektualisme keagamaan
hingga komunitas ini berhasil mengembangkan lembaga pendidikan mereka tidak
kurang dari 300 pesantren.
Pada masa penjajahan Belanda,
pesantren mengalami ujian dan cobaan dari Allah, pesantren harus berhadapan
dengan dengan Belanda yang sangat membatasi ruang gerak pesantren, dikarenakan
kekhawatiran Belanda akan hilangnya kekuasaan mereka. Sejak perjanjian Giyanti,
pendidikan dan perkembangan pesantren dibatasi oleh Belanda. Belanda bahkan
menetapkan resolusi pada tahun 1825 yang membatasi jumlah jama’ah haji. Selain
itu, Belanda juga membatasi kontak atau hubungan orang Islam Indonesia dengan
negara-negara Islam yang lain. Hal-hal ini akhirnya membuat pertumbuhan dan
pekembangan Islam menjadi tersendat.
Sebagai respon atas penindasan
Belanda, kaum santri pun mengadakan perlawanan. Menurut Clifford Geertz, antara
1820-1880, telah terjadi pemberontakan besar kaum santri di Indonesia, yaitu
pemberontakan kaum Paderi di Sumatra dipimpin oleh Imam Bonjol, pemberontakan
Diponegoro di Jawa, pemberontakan Banten akibat aksi tanam paksa yang dilakukan
Belanda, pemberontakan di Aceh yang dipimpin antara lain oleh Teuku Umar dan
Teuku Ciktidiro.
Pada masa penjajahan Jepang untuk
menyatukan langkah, visi dan misi demi meraih tujuan, organisasi-organisasi
tertentu melebur menjadi satu dengan nama Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).
Pada masa Jepang ini pula kita saksikan perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari beserta
kalangan santri menentang kebijakan kufur Jepang yang memerintahkan setiap
orang pada pukul tujuh pagi untuk menghadap arah Tokyo menghormati kaisar
Jepang yang dianggap keturunan dewa matahari sehingga beliau ditangkap dan
dipenjara delapan bulan.
Pada masa awal-awal kemerdekaan
kalangan santri turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. K.H.
Hasyim Asy’ari pada waktu itu mengeluarkan fatwa, wajib hukumnya mempertahankan
kemerdekaan. Fatwa tersebut disambut positif oleh umat Islam sehingga
membuat arek-arek Surabaya dengan Bung Tomo sebagai komando, dengan semboyan
“Allahhu Akbar!! Merdeka atau mati” tidak gentar menghadapi Inggris dengan
segala persenjataanya pada tanggal 10 November. Diperkirakan sepuluh ribu orang
tewas pada waktu itu. Namun hasilnya, Inggris gagal menduduki Surabaya.
Setelah perang kemerdekaan, pesantren
mengalami ujian kembali dikarenakan pemerintahan sekuler Soekarno melakukan
penyeragaman atau pemusatan pendidikan nasional yang tentu saja masih menganut
sistem barat ala Snouck Hurgronje. Akibatnya pengaruh pesantren pun mulai
menurun, jumlah pesantren berkurang, hanya pesantren besar yang mampu bertahan.
Hal ini dikarenakan pemerintah mengembangkan sekolah umum sebanyak-banyaknya.
Berbeda pada masa Belanda yang terkhusus untuk kalangan tertentu saja dan
disamping itu jabatan-jabatan dalam administrasi modern hanya terbuka luas bagi
orang-orang bersekolah di sekolah tersebut.
Pada masa Soekarno pula, pesantren
harus berhadapan dengan kaum komunis. Banyak sekali pertikaian di tingkat bawah
yang melibatkan kalangan santri dan kaum komunis. Sampai pada puncaknya setelah
peristiwa G30S/PKI, kalangan santri bersama TNI dan segenap komponen yang
menentang komunisme memberangus habis komunisme di Indonesia. Diperkirakan
lima ratus ribu nyawa komunis melayang akibat peristiwa ini. Peristiwa
ini bisa dibilang merupakan peristiwa paling berdarah di republik ini, namun
hasilnya komunisme akhirnya lenyap dari Indonesia.
Biarpun begitu, dengan jasa
yang demikian besarnya, pemerintahan Soeharto seolah tidak mengakui jasa
pesantren. Soeharto masih meneruskan lakon pendahulunya yang tidak mengakui
pendidikan ala pesantren. Kalangan santri dianggap manusia kelas dua yang tidak
dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi dan tidak bisa diterima
menjadi pegawai-pegawai pemerintah. Agaknya, hal ini memang sengaja
direncanakan secara sistematis untuk menjauhkan orang-orang Islam dari struktur
pemerintahan guna melanggengkan ideologi sekuler.
Namun demikian, pesantren pada kedua orde
tersebut tetap mampu mencetak orang-orang hebat yang menjadi orang-orang
penting di negara kita seperti, K.H. Wahid Hasyim, M. Nastir, Buya Hamka, Mukti
Ali, K.H. Saifuddin Zuhri, dl
Pada dekade
pertama abad 20 ditandai dengan munculnya “anak pesantren” yang berupa lembaga
pendidikan madrasah. Lembaga ini tumbuh menjamur pada dekade pertama dan kedua
dalam rangka merespons sistem klasikal yang dilancarkan pemerintah Belanda
sebelumnya. Meskipun ada beberapa perbedaan antara pesantren dan madrasah, tapi
hubungan historis, kultural, moral, ideologis antara keduanya tidak dapat
dipisahkan.
Populasi pondok pesantren ini
semakin bertambah dari tahun ke tahun, baik pondok pesantren tipe salafiyah maupun khalafiyah yang kini tersebar di penjuru tanah air. Pesatnya
pertumbuhan pesantren ini akan sekan mendorong pemerintah untuk melembagakannya
secara khusus. Sehingga keluarlah surat keputusan Menteri Agama Republik
Indonesia nomor 18 tahun 1975 tentang susunan organisasi dan tata kerja
Departemen agama yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan keputusan
Menteri Agama RI nomor 1 tahun 2001. Dengan keluarnya surat keputusan tersebut,
maka pendidikan pesantren dewasa ini telah mendapatkan perhatian yang sama dari
pemerintah terutama Departemen Agama. Data yang diperoleh dari kantor Dinas
Pendidikan, Departemen Agama serta Pemerintahan Daerah, sebagaian besar anak
putus sekolah, tamatan sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, mereka tidak
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, namun mereka tersebar di
pondok pesantren dalam jumlah yang relatif banyak.
Kondisi pondok pesantren yang
demikian akhirnya direspons oleh pemerintah. Sehingga lahirlah kesepakatan
bersama antara departemen Agama dan departemen Pendidikan dengan nomor
1/U/KB/2000 dan MA/86/2000 tentang pedoman pelaksanaan pondok pesantren salafiyah sebagai pola pendidikan dasar.
Secara eskplisit, untuk operasionalnya, setahun kemudian keluar surat keputusan
Direktur Jendral Kelembagaan Agama Islam, nomor E/239/2001 tentang panduan
teknis penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar pada pondok
pesantren salafiyah. Lahirnya UU
nomor 02 tahun 1989, yang disempurnakan menjadi UU nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional pada pasal 30 ayat 1 sampai ayat 4 disebutkan
pendidikan keagamaan, pondok pesantren termasuk bagian dari sistem pendidikan
nasional.
·
Analisis
Terhadap Perkembangan Pesantren
Setelah kita mengetahui bagaimana
sejarah panjang berdiri serta perkembangan pondok pesantren, kita masih perlu
menganalisa agar kita mendapatkan pemahaman yang lebih mengenai seluk beluk pondok
pesantren. Dari beberapa versi pendapat, kita dapat mengikuti atau mendukung
versi pendapat yang terkuat. Bahwasanya Walisongo yang berperan sangat besar
bagi berkembangnya pondok pesantren. Hambatan pasti dilalui oleh ke-9 para Wali
tersebut. Tetapi dengan semangat dakwah yang mereka tanam dalam benak mereka,
kita dapat melihat buah dari semangat mereka. Sultan Agung yang juga berperan
penting bagi perkembangan pondok pesantren harus kita akui jasanya. Berkat
beliau pula, pondok pesantren dapat menyebar dengan luas.
Pada masa penjajahan, pondok
pesantren mengalami masa keterpurukannya. Dimana ruang geraknya untuk
berkembang dan menjalankan segala aktivitasnya dengan maksimal terbelenggu.
Tetapi kita perlu mengapresiasi akan keberanian pihak-pihak pondok pesantren,
khususnya para santri. Dengan berbagai pergolakan-pergolakan yang dibentuk,
dengan tujuan untuk mengembalikan hak-hak rakyat dan untuk menghapus
penjajahan, kita tidak boleh begitu saja melupakannya. Kita bisa lihat bahwa
bagaimana pondok pesantren saat ini dengan sesuka hati melakukan berbagai
aktivitas pesantren.
Di era reformasi hingga sekarang,
kita juga harus mengapresiasi kinerja pemerintah, bahwasannya pemerintah telah
mendukung sepenuhnya bagi pendidikan pesantren di Indonesia. Dimana ruang gerak
pondok pesantren tidak dibatasi, dan bahkan telah berkembang menjadi pondok
pesantren yang modern, dengan memberikan porsi yang seimbang antara ilmu agama
dan ilmu pengetahuan umum.
2.4 Elemen-elemen Pondok Pesantren
Hampir dapat di pastikan, lahirnya suatu pesantren berawal dari beberapa
elemen dasar yang selalu ada di dalamnya. Ada lima elemen pesantren, antara
satu dengan lainnya tidak dapat di pisahkan. Kelima elemen tersebut meliputi
kyai, santri, pondok, masjid, dan pengajaran kitab kuning.
a.
Kyai
Kyai atau pengasuh pondok pesantren
merupakan elemen yang sangat esensial bagi suatu pesantren. Rata-rata pesantren
yang berkembang di jawa dan madura sosok kyai begitu sangat berpengaruh,
kharismatik dan berwibawa, sehingga amat di segani oleh masyrakat di lingkungan
pesantren. Di samping itu kyai pondok pesantren biasanya juga sekaligus sebagai
penggagas dan pendiri dari pesantren yang bersangkutan. Oleh karenanya, sangat
wajar jika pertumbuhannya, pesantren sangat bergantung pada peran seorang kyai.
Para kyai dengan kelebihan
pengetahuannya dalam islam, sering kali dilihat sebagai orang yang senantiasa
dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam, hingga dengan demikian mereka
dianggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang
awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususan mereka dalam
bentuk-bentuk pakaian yang merupakan symbol kealiman yaitu kopiah dan surban.
Masyarakat biasanya mengharapkan seorang kyai dapat
menyelesaikan persoalan- persoalan keagamaan praktis sesuai dengan kedalaman
pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi kitab yang ia ajarkan, ia akan
semakin di kagumi. Ia juga di harapkan dapat menunjukkan kepemimpinannya,
kepercayaannya kepada diri sendiri dan kemampuannya, karena banyak orang yang
dating meminta nasehat dan bimbingan dalam banyak hal. Ia juga di harapkan
untuk rendah hati, menghormati semua orang, tanpa melihat tinggi rendah
sosialnya, kekayaan dan pendidikannya, banyak prihatin dan penuh pengabdian
kepada Tuhan dan tidak pernah berhenti memberikan kepemimpinan dan keagamaan,
seperti memimpin sembahyang lima waktu, memberikan khutbah jum’ah dan menerima
undangan perkawinan, kematian dan lain-lain.
b.
Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya
adalah sebuah asrama pendidikan islam tradisional di mana para siswanya tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih di
kenal dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam
lingkungan komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal yang juga
menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya di
kelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri
sesuai peraturan yang berlaku pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri
khas tradisi pesantren, yang membedakannya dengan system pendidikan tradisional
di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah islam di Negara-negara
lain. Bahkan system asrama ini pula membedakan pesantren dengan system
pendidikansur audi daerah minangkabau.
Ada tiga alasan utama kenapa
pesantren harus menyediakan asrama bagi para santri. Pertama, kemashuran
seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang islam menari santri-santri
dari jauh. Untuk dapat menggali ilmu dari kyai tersebut secara teratur dan
dalam waktu yang lama, para santri tersebut harus meninggalkan kampung
halamannya dan menetap di dekat kediaman kyai. Kedua, hampir semua pesantren
berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup
untuk dapat menampung santri-santri; dengan demikian perlulah adanya suatu
asrama khusus bagi para santri. Ketiga, ada sikap timbal balik antara kyai dan
santri, dimana para santri menganggap kyainya seolah-olah sebagai bapaknya
sendiri, sedangkan menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus
senantiasa dilindungi. Sikap ini juga menimbulkan perasaan tanggung jawab di
pihak untuk dapat menyediakan tempat tinggal bagi para santri. Di samping itu
dari pihak para santri tumbuh perasaan pengabdian kepada kyainya, sehingga para
kyainya memperoleh imbalan dari para santri sebagai sumber tenaga bagi
kepentingan pesantren dan keluarga kyai.
Sistem
pondok bukan saja merupakan elemen paling penting dari tradisi pesantren, tapi
juga penopang utama bagi pesantren untuk dapat terus berkembang . meskipun
keadaan pondok sederhana dan penuh sesak, namun anak-anak muda dari pedesaan
dan baru pertama meninggalkan desanya untuk melanjutkan pelajaran di suatu
wilayah yang baru itu tidak perlu mengalami kesukaran dalam tempat tinggal atau
penyesuaian diri dengan lingkungan social yang baru.
c.
Masjid
Masjid merupakan elemen yang tidak
dapat di pisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling
tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam sembahyang lima waktu, khutbah
dan sholat jum’ah, dan mengajarkan kitab-kitab klasik. Kedudukan masjid sebagai
pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manivestasi universalisme
dari sistem pendidikan tradisional. Dengan kata lain kesinambungan system islam
yang berpusat pada masjid sejak masjid al Qubba didirikan dekat madinah pada
masa Nabi Muhammad saw tetap terpancar dalam system pesantren. Sejak zaman
nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan islam. Dimana pun kaum muslimin berada,
mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan,
aktifitas administrasi dan cultural. Lembaga-lembaga pesantren jawa memelihara
terus tradisi ini, para kyai selalu mengajar murid-muridnya di masjid dan
menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan disiplin
para murid dalam mengerjakan kewajiban sembahyang lima waktu, memperoleh
pengetahuan agama dan kewajiban agama yang lain. Seorang kyai yang ingin
mengembangkan sebuah pesantren, biasanya pertama- pertama akan mendirikan
masjid di dekat rumahnya. Langkah ini biasanya diambil atas perintah gurunya
yang telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah pesantren.
d.
Santri
Menurut
pengertian yang dalam lingkungan orang-orang pesantren, seorang alim hanya bisa
disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam
pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab islam klasik. Oleh karena itu
santri adalah elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Walaupun demikian,
menurut tradisi pesantren, terdapat dua kelompok santri:
1.
Santri mukim
yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh dan menetap dalam kelompok
pesantren. Santri mukim yang menetap paling lama tinggal di pesantren tersebut
biasanya merupakan suatu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab
mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul tanggung jawab
mengajar santri-santri tentang kitab-kitab dasar dan menengah.
2.
Santri
kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren,
Yang biasanya tidak menetap dalam pesantren (nglajo) dari rumahnya sendiri.
Biasanya perbedaan pesantren kecil dan pesantren besar dapat dilihat diri
komposisi santri kalong. Sebuah besar sebuah pesantren, akan semakin besar
jumlah mukimnya. Dengan kata lain, pesantren kecil akan memiliki lebih banyak
santri kalong dari pada santri mukim.
e.
Pengajaran Kitab Kuning
Berdasarkan catatan sejarah,
pesantren telah mengajarkan kitab-kitab klasik, khususnya karangan-karangan
madzab syafi’iyah. Pengajaran kitab kuning berbahasa Arab $an tanpa harakat
atau sering disebut kitab gundul merupakan satu-satunya metode yang secara
formal diajarkan dalam pesantren di Indonesia. Pada umumnya, para santri dating
dari jauh dari kampung halaman dengan tujuan ingin memperdalam kitab-kitab
klasik tersebut, baik kita` Ushul Fiqih, Fiqih, Kitab Tafsir, Hadits, dan lain
sebagainya. Para santri juga biasanya mengembangkan keahlian dalam berbahasa Arab
(Nahwu dan Sharaf), guna menggali makna dan tafsir di balik teks-teks klasik
tersebut. Ada beberapa tipe pondok
pesantren misalnya, pondok pesantren salaf, kholaf, modern, pondok takhassus
al-Qur’an. Boleh jadi lembaga, lembaga pondok pesantren mempunyai dasar-dasar
ideology keagamaan yang sama dengan pondok pesantren yang lain, namun kedudukan
masing-masing pondok pesantren yang bersifat personal dan sangat tergantung
pada kualitas keilmuan yang dimiliki seorang kyai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Maka manajemen Pendidikan Pesantren hakekat adalah suatu proses
penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan sumber
daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan
Pesantren secara efektif dan efisien.”. Yang disebut “efektif dan efisien” adalah
pengelolaan yang berhasil mencapai sasaran dengan sempurna cepat tepat dan
selamat. Sedangkan yang “tak efektif” adalah pengelolaan yang tak berhasil
memenuhi tujuan karena ada mis-manajemen maka manajemen yang
tak efisien adalah manajemen yang berhasil mencapai tujuan tetapi melalui
penghamburan atau pemborosan baik tenaga waktu maupun biaya.
Daftar Pustaka
·
Haedari, Amin dkk.
2004. Masa Depan Pesantren. Jakarta :
IRD PRESS.
·
Amin
Haedari. 2005. Masa Depan Pesantren dalam
Tantangan Modernitas. Jakarta : IRD Press.
·
Manullang, M. 1996. Dasar – dasar Manajemen.
Jakarta : Ghalia Indonesia.
·
YAPPI, MU. 2008. Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren.
Jakarta: Media Nusantara.
terimakasih, sangant membantu menambah keilmuan
BalasHapus